Jangan Jadi Pewaris Iblis

Jangan Jadi Pewaris Iblis

 

Menyebut namanya sudah terbayang sosok yang satu ini. Menyebut namanya tergambar jelas aktivitasnya. Iblis, iblis bukan sosok yang bodoh, iblis bukan sosok yang tidak mengenal Tuhan, namun bukan Iblis kalau ia tidak sombong. Bukan iblis kalau tidak menentang. Bukan iblis kalau turut pada apa yang diperintahkan-Nya.

Tuhan dengan perintah-Nya atau lebih tepat kalamnya tidak bisa kita pisahkan, Ia adalah sebuah keindahah. Keindahan akan mampu kita rasakan jikalau hati kita bersih. Namun jika hati kotor, busuk, maka keindahanpun akan luput dari pandangan.

Kita kembali melihat sosok makhluk tuhan yang fenomenal. Iblis. Iblis merupakan symbol keburukan dan kegelapan. Kegelapan muncul karena ketidakadaan cahaya. Cahaya tak mampu masuk menyinari, menerangi karena ada ia mengcover dirinya, sehingga tetutup. Keburukannya bukan karena keyakinan dan pengetahuannya, tapi karena “hatinya”, karena hatinya kotor ia tidak mampu menerima kebenaran dari-Nya yang meminta untuk “sujud” kepada Adam, makhluk Tuhan yang diciptakannya untuk menjadi pemimpin,khalifah di bumi, dengan segala kekurangan dan kelebihannya yang sempat “diprotes” pula oleh golongan malaikat yang lainnya, namun karena golongan tersebut memiliki hati yang bersih, mereka mau menerima. Namun diantara para malaikat itu ada satu golongan yang tidak mampu dan tidak mau memahami perintah Allah, sehingga ia menjadi sosok penentang sombong, dengan label terkutuk.

Pembangkangan iblis ini terjadi bukan karena faktor luar, tapi faktor dalam, yaitu dalam dirinya. Ia enggan mengikuti instruksi dari pencipta-Nya karena ia merasa lebih baik, lebih mulia, lebih berhak menjadi makhluk yang dihormati dari pada adam. Anna khoirum minhu, aku lebih baik darinya, khalaqtanii minnaar wa khalawtahuu min thiin, aku diciptakan dari api, sedang dia dari tanah. Secara eksplisit ia ingin berkata aku (iblis) lebih mulia dari adam.

Sikap pembangkarangan ini berawal dari kesombongan. Sedang sombong adalah rasa. Rasa merupakan akumulasi dari pandangan mata dan hati. Mata dan pendengaran adalah alat input, sedang hati adalah pembersih, filter dari segala input untuk diproses sehingga melahirkan output. Output tersebut bisa berupa perkataan, perbuatan, sikap, tulisan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perbuaan manusia. Hati yang keruh, kotor, tentu tak bisa menjadi penyaring yang baik dan tentu saja akan menghasilkan input yang tidak sesuai dengan standar yang diajarkan oleh Allah dan rasunya.

Akhirnya mari kita selalu berusaha membersihkan hati, untuk perbuatan/amal yang lebih baik, tentunya agar kita tidak menjadi pewaris perilaku Iblis di dunia. AWallaahu a’lam. Salam Damai Untuk Indonesia

Tinggalkan komentar